Dear suamiku, Zulfikar akbar...
Sayang, tataplah mataku, pandangi wajahku dulu sebelum kuhujani dengan beribu pertanyaan.
Atau jika aku tiada, bayangkan saja 😊
Apa kamu hari ini masih mencintaiku? Apa kamu benar -benar masih menyayangiku apa adanya? Dengan sepenuh hati? Apa hanya ada aku dihatimu? Apa kamu masih menyadari bahwa aku adalah istri yang membutuhkanmu, membutuhkan kasih sayangmu, membutuhkan segalanya yang ada pada dirimu?
Tidak, aku tidak bermaksud untuk meragukanmu. Aku hanya takut, terlalu banyak pengharapanku kepadamu tentang itu semua namun sejatinya tak semuluk yang kubayangkan. Karena sakit sekali ketika harus terbangun dari mimpi yang ternyata nyata. Jika ternyata semua janji manis sekedar janji, sekedar kata-kata untuk menarik perhatianku kepadamu, agar aku mencintaimu, agar aku memberikan seluruh yang kupunya hanya untukmu.
Semoga tidak, karena aku takut yang....
Sayang, aku takut apa yang kuputuskan menyakiti diriku sendiri. :(
Kali ini aku tidak akan meminta maaf atas apa yang kurasakan.
Berkali -kali kutangisi hidupku, namun tidak seperti yang kurasa hari ini.
Setiap pagi, aku harus membangunkanmu untuk mengantarku bekerja, dan itu susah sekali. Bukan hanya karena kamu susah dibangunkan, terlebih aku harus memaksa rasa ngantukmu hanya untuk mengantarku. Mungkin kamu belum begitu paham dengan istrimu ini, karena memang kita tidak lama pacaran, dan baru menikah sekitar 4 bulan.
Aku merasa lebih baik ketika aku yang susah daripada kamu, bukan karena cintaku melebihi apapun, tapii karena aku tak mau kamu sakit, susah, atau merasakan yang tidak enak apalagi karena aku.
Jika ada nasi dingin, lebih baik untuk aku saja. Jika ada makanan gosong biar aku saja yang makan dan aku akan membohongimu bahwa aku suka yang gosong. Maafkan aku, sayang....
Bahkan aku beberapa kali membohongimu kalau aku sudah makan hanya karena uang tidak cukup untuk membeli dua makanan, tidak apa aku yang kelaparan.
Belum lagi jika kamu akan terus marah karena harus mengantarku. Tapi sebagai seorang istri, aku terpaksa harus diam menerima cacian dan makian jika itu harus aku terima, juga muka masam dan ocehan darimu hanya karena sebenarnya malas mengantarku pergi bekerja.
Sedangkan kamu setelah itu mungkin akan tidur lagi atau main game sampai lupa makan. Jika aku waktu pagi tidak sempat buatkan sarapan , kamu akan memintaku memesankan makanan untukmu meski aku sedang bekerja. Aku tetap menuruti keinginanmu. Aku hanya ingin berusaha menjadi istri terbaik dari versiku sendiri. Dan satu lagi, ketika aku pergi bekerja aku harus membuatkan teh manis untumu dan siapkan air putih untuk kamu minum ketika bangun nanti.
Di malam hari kamu sibuk main game, dan mungkin lupa atau tidak tahu kalau istrimu ini butuh pelukan dan ciuman bahkan cumbu. Bukankah aku memiliki hak untuk itu?
Bukan tengah malam ketika aku sudah terlelap tidur.
Padahal dulu kamu tidak begitu, ketika awal pernikahan kita...
Semua terasa indah, tapi lama kelamaan aku mulai merasakan sakit hati sedikit demi sedikit...
Banyak hal kecil yang berubah, aku hanya mampu rasakan, bukan protes kepadamu ataupun pada Tuhan.
Tolong biarkan aku meluapkan di sini, biarkan aku simpan sendiri sakit dan perihku sendiri. Biarkan saja aku menjadi pendiam seketika untuk merenungi apa yang telah aku pilih dan berimbas pada diri sendiri.
Aku sedih jika ternyata kamu menjadikanku pelaian ataupun sesuatu yang waktu itu aku takutkan, maaf aku tak pernah mengatakan kepadamu karena aku takut menyakiti hatimu dengan mengingatkanmu pada seseorang atau sesuatu yang ingin sekali kamu lupakan. Kamu sudah berusaha, dan aku tahu berapa besar pengorbananmu untuk ini semua.
Tapi apa kamu tidak ingat bagaimana caramu mendekatiku dan bisa mendapatkanku sekarang? Ingatkan kamu menangis ketika mendengar aku dilamar pacarku? Aku menangis karena aku pikir aku menyakitimu, aku pikir aku telah membuatmu memiliki harapan lalu masih berhubungan dengan pacarku, aku masih pacaran dengannya tapi masih bersamamu. Kamu tahu kan bagaimana aku waktu itu? Bukan aku yang mengejarmu... Kamu harus akui itu, kamu yang memaksaku setiap hari untuk bertemu bahkan pada akhirnya kita bersama itu karena kamu yang memintaku.
Supaya aku tidak mengutuk diriku sendiri pada rasa bersalah ini.
Ternyata aku yang menyakiti hatinya, menghianatinya, hanya karena orang yang baru kenal dengan memperlakukanku begitu sempurtna, seperti seorang ratu. Iya, aku merasa spesial sekali di matamu waktu itu, menjadi orioritas utama dan selalu didahulukan dari apapun kecuali pekerjaanmu, itupun kamu selalu menyempatkan untuk menghiburku dan membuatku senang. Tapi mengapa sekarang begitu berubah saa sekali tak seperti pada saat itu?
Ketahuilah, bahwa aku tak hanya butuh kata cintamu tapi lebih pada bukti nyata, tindakan dan pemberian.
Aku sambil menangis saat menuliskan ini......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar