Kamis, 02 Agustus 2018

Berhentilah menghujaniku dengan kasih sayang.
Aku tak mau semakin terlena dengan apa yang kamu lakukan kepadaku. Bukan karena aku tak suka disayangi, tapi itu semua yang membuat dunia seolah segalanya. Membuatku merasa sangat nyaman dan merasa bahwa dunia ini hanya milikku. Bahwa, tak ada orang yang lain di bumi ini.

Aku tak mau itu. Kamu tahu kan, aku ingin hidup dengan menebarkan kebaikan dan ingin membahagiakan orang lain?
Aku ingin sekali semua orang berbahagia dengan apa yang kita lakukan. Tapi pada kenyataannya tidak akan seperti itu. Pasti akan ada yang tidak suka bahkan sampai benci dengan apa yang kita lakukan.

Tak apa, itu sudah menjadi takdir alam. Hukum yang selalu berlaku dan tidak ada yang bisa menggantikannya. Bahkan. ketika dunia ini harus berubah, hukum itu akan selalu ada. Di sini, di sekitar kita. Dan kita tidak bisa lari kemana pun. Tapi percayalah bahwa apa yang kita lakukan yang baik akan mendatangan kebaikan, meski bukan sekarang, meski bukan langsung pada diri kita.

Mungkin berpuluh tahun lagi. Mungkin kepada anak kita, cucu kita, atau nanti di akhirat. Karena, apapun yang kita lakuan hari ini akan tetap mendapatkan ganjaran. Tak perlu muluk untuk mencapai segala sesuatu. Hal kecil saja bisa mendatangkan hal yang besar. Karena semua yang besar dimulai dari yang kecil terlebih dahulu. Sesuatu yang banyak dimulai dari yang sedikit dulu.

Dunia ini seperti cambuk yang terus menyakitiku. Karena aku berharap kepadanya, termasuk kepadamu. Sedangkan kamu hanya diam dan menatapku penuh iba. Tiada guna.

Belas kasihan tidak akan mengubah perasaanku. Rasa iba tidak akan membuatku tenang dengan keadaan.
Pastikan saja, putuskan apa yang aku harapkan, atau tinggalkan aku sama sekali.

Gampang kan?


Mamuju utara, 2 agustus 2018
S Laila Syabaniyah

Ujung-ujungnya kembali kepada Allah SWT

Rasanya aku ingin terbang. Jika bukan untuk pulang, setidaknya bisa merasakan desiran angin yang membawa masalah demi masalah terhempas.
Mungkin orang bilang ini bagian dari putus asa. Tapi sebetulnya hal ini hanya cara untuk berlari dari apa yang harusnya tidak kukejar.

Aku seolah mengejar sesuatu yang tidak pantas kudapatkan. Tertatih dalam perjalanan, penuh tangis, peluh dan aliran darah yang tak perlu. Menghabiskan waktu dengan sia-sia. Terlalu berambisi pada sesuatu yang seharusnya dijalani dengan santai dan menunggu dengan sabar pada waktu yang Allah tentukan.

Tapi, aku hanya manusia biasa. Cepat merasa sakit ketika harus dikecewakan bertubi-tubi.
Aku awalnya berfikir bahwa tertawa riang gembira bisa mengubah perasaan, mengubahnya menjadi bahagia. Ternyata salah, selamanya rasa sakit itu akan ada dan hanya teredam jika kita benar-benar telah lupa.
Karena sepulangnya bergembira, hati akan kembali menangis dengan derai yang lebih deras dan sakit yang lebih sakit.

Rasanya seperti sendiri di muka bumi ini.
Tak punya siapa-siapa.
Tidak memiliki apa-apa.
Sejatinya memang begitu, aku tak berhak atas apapun pada siapapun.

Bersabar dalam menjalani kehidupan adalah kunci utama untuk tetap bertahan, siapa tahu nasib mujur akan segera menghampiriku.

Memang, hidup ini penuh dengan kebimbangan, tapi pilihan akan selalu ada. Dan setelah memilih pun belum selesai. Kita musti pertanggungjawabkan apa yang kita pilih. Memberikan yang terbaik dan tidak berpaling pada apa yang seharusnya kita berikan.

Ketika hidup merasa sendiri, rasanya tiba-tiba ingat bahwa selama ini kurang dekat dengan Allah, bahkan seperti jauh.
Ketika sholat hanya basa-basi, tak dari hati, di situ letak kekosongannya. Berdoa tapi tidak sungguh-sungguh, bagaimana mungkin Allah gubris. Bahasa kasarnya begitu.

Kuusap air mata yang meleleh sedari tadi, melirik jam, dan mengambil air wudhu, lalu bersimpuh dengan derai yang lebih deras dari tangisan pelarian. Sujud lama dan sungguh seperti anak-anak yang meminta uang sama emaknya. Memelas dan memohon pertolongan meski sadar bahwa dosaku begitu banyak.
Tapi, Allah maha pengampun dan pemberi, pemurah dan segalanya.

Ujung-ujungnya kembali lagi.
Tidak ada tempat lagi selain Allah SWT.

Mamuju utara, 02 agustus 2018
S Laila Syabaniyah